Stand By Us Kak Ko
Awal Pertemuan Kami
Kami mengenalnya
pertama kali ketika duduk di bangku kelas X di SMA N 2 Bantul. Di kelas X3 itu
kami dipertemukan, namanya Dico Try Widyatmojo. Laki-laki yang akrab di panggil
Kak Ko itu menjadi teman sekaligus sahabat selama 3 tahun kebersamaan kami di
SMADABA. Satu kelas bersama Kak Ko itu rasanya tak habis akan canda dan tawa,
postur tubuhnya yang ‘tambun’ itulah yang membuat kami akan sangat mudah
mengenali dan menghafal namanya ketika pertama kali bertemu. Dikelas X3 yang
kemudian berubah menjadi X7 karena ditukar, Kak Ko menjadi sosok yang dengan
mudah membaur bersama kami, tidak hanya dengan teman-teman putra di kelas,
dengan teman2 putri pun ia tak sungkan untuk saling berbagi dan membantu ketika
kami menemui berbagai kesulitan dan hambatan, tentunya dengan masih
memperhatikan adab interaksi dengan lawan jenis.
![]() |
Saat-saat olahraga di lapangan voli SMA N 2 Bantul |
![]() |
Gambar Hana Prastawa pas pelajaran Kimia |
Hari berganti
kami lalui di X7 dengan berbagai cerita dan kisah di dalamnya, kami sama-sama
mendaftar di Rohis. Alhamdulillah, dikelas tidak hanya Kak Ko yang mendaftar, ada
Hana, Ayuk, Tiara, dll. Selain di Rohis, Kak Ko juga aktif di PMR, MPK dan DA
di tahun kedua. Tahun itu menjadi tahun yang berat bagi kami. Setelah
Perkemahan Bhakti Siswa (PERBAWA 23) itu
usai, kami terpakasa harus dipisahkan menjadi dua jurusan, IPA dan IPS. Kak Ko
termasuk dalam salah satu siswa yang masuk di kelas IPS 4, sementara Aku dan
beberapa teman yang lain berada di IPA 4. Saking akrabnya kami kala itu, meski
terpisah kelas, kebiasan jajan dan dolan
bareng masih saja sering kami lakoni. Bisa dikatakan tak ada jurang pemisah
antara kelas IPA maupun IPS seperti yang kebanyakan orang sangkakan. Biosver
dan Pespa bagai dua saudara yang menjelma menjadi keluarga besar ketika
disatukan dengan kelas-kelas lain di SMA 2.
![]() |
Menunggu pelajaran membatik bersama teman-teman putra X7 |
Kebersamaan di Pantai Sundak dengan beberapa sahabat.. |
Selepas PERBAWA di acara tutup tahun pelajaran 2010 |
Kiri: Trisna, Kak Diko, Om Arin |
***
Kini,
dipenghujung tahun 2014 ini waktu pun dipergilirkan.
Menuliskan
kisah ini, bagaikan memutar kembali ingatan 100 hari yang lalu. Tiba-tiba
pikiran dan hati ini melesat jauh hingga terhenti dan tersadar ketika menemui
ayat ini,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari
Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga, maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS.
Ali Imran: 185)
Sudah kuputuskan,
apapun yang terjadi aku harus tetap menulis, seberat apapun apa yang akan ku
tuliskan itu. Melewati beberapa hari ini dengan penuh gejolak ruhiyah dan fikriyah,
menemukan banyak pelajaran berharga, hasil dari mengembara dan membaca
ayat-ayatNya yang tersurat dimuka bumi ini. Membaca bahwa waktu senantiasa
dipergilirkan. Ada kalanya waktu mempertemukan, ada pula kalanya waktu
memisahkan. Seperti pertemuan demi pertemuan yang telah kita lewati bersama
dengan orang-orang disekitar kita. Seperti perpisahan demi perpisahan yang
terjadi antara Oksigen yang selalu dipergilirkan dengan Karbondioksida di
Alveolus.
Sore itu..
Rabu, 17 September
2014. Tersiar kabar
bahwa Kak Dico mengalami kecelakaan. Sesaat setelah menerima kabar itu rasanya tubuh ini
lemas sekali, sekuat tenaga menenangkan diri kemudian berusaha mengkonfirmasi
ke beberapa teman mengenai kabar tersebut, ternyata memang benar Kak Dico terjatuh
dari sepeda motor saat akan menuju kekampus Selasa pagi, selepas kejadian Kak Dico
segera dibawa ke salah satu rumah sakit di daerah Ganjuran dekat lokasi
kecelakaan, karena peralatan yang disediakan disana tidak memadahi, akhirnya
Kak Dico pun dirujuk ke RS Bethesda,
kabar terakhir menyatakan bahwa Kak Dico tengah terbaring tak sadarkan diri di
ruang ICU RS Bethesda. Setelah berkoordinasi dengan
beberapa teman, Kami pun memutuskan
untuk menjenguk Kak Dico Kamis sore selepas Sholat Ashar.
Menjenguk Kak Ko
Kamis Sore selepas Ashar, kami
berkumpul di parkiran UPPL FE UNY untuk menjenguk Kak Dico di RS Bethesda, rombongan
kami yang terdiri dari Anes, Lindha, Cachumb, Wisnu, Annis, Fani, Anggik, dan
Mas Halim Alhamdulillah berkesempatan menjenguk Kak Dico hingga menjelang Maghrib. Dan memang benar, Kondisi Kak Dico sangat memprihatinkan. Beberapa selang terpasang di mulutnya, kelopak matanya
bengkak menghitam, wajahnya dipenuhi perban disana-sini, dan…Yaa Rabb, aku tak
sanggup menatapnya lama-lama. Aku hanya bisa berdo’a semoga Kak Ko segera
diberi kesembuhan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Lirih kami membacakan surat Al-Fatihah, memohon yang terbaik
untuk keselamatan Kak Diko. Disana kami sempat bertemu dengan kedua orang tua
Kak Diko yang baru tiba dari Lampung. Duhai Rabbi, sungguh hamba tak sanggup
mendengar lebih lama betapa Ibunda Kak Diko amat bersedih dan khawatir dengan
keadaan Kak Diko saat itu. Semoga kehadiran kami disana sedikit menguatkan
beliau dan keluarga.
Sempat membaik
Selama di ruang
ICU kondisi Kak Diko sering tidak stabil. Kadang membaik, kadang drop
lagi. Namun ia masih belum sadarkan diri. Setelah operasi dibagian dahi yang mengalami pendarahan,
beberapa teman menyempatkan diri menjenguknya lagi Jum’at sore. Beberapa
mengabarkan bahwa kondisinya mulai stabil, Kak diko sudah bisa menggerakkan
kakinya meski masih memejamkan matanya. Ada harapan baik disana untuk
kesembuhan Kak Ko, ucapku dalam hati
Jum’at, 19 September
2014 pukul 21.30
Tidak ada kabar lagi tentang Kak Diko seusai sorenya mendapatkan
kabar bahwa keadaan Kak Dico mulai membaik.
Pagi harinya, Sabtu 20 September 2014 ada beberapa sms yang
masuk, dan ternyata memang sudah masuk dari beberapa jam yang lalu. Sms dari
Hana rupanya, setelah membaca isinya.
Ya Rabb… Sungguh, betapa isi sms itu berhasil membuat tubuh
ini lunglai hingga mata ini ini tak kuasa menitikan air mata kesedihan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi
rooji’uun telah meninggal dunia teman kita
Dico, mari kita berdoa semoga amal ibadahnya diterima disisiNya” begitu kurang
lebih bunyi smsnya.
“Dan Alloh
sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu
kematiannya. Dan Alloh Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Munafiqun:11)
Ya Rabb, sesungguhnya air mata ini berlinang dan
hati ini amatlah bersedih. Namun, kami tidak dapat berkata-kata
melainkan dengan perkataan yang Engkau Ridhoi. Sesungguhnya dengan kepergianmu
–wahai Kak Dico- sungguh membuat kami bersedih.
Kak Dico, Kepergianmu sungguh telah meninggalkan sebuah
pelajaran berharga bagi kami. Engkau telah menyadarkan kami bahwa kami
memang harus senantiasa bersiap-siap. Sebab, tamu itu pasti akan datang cepat
atau lambat. Tamu itu adalah tamu terakhir yang akan mendatangi setiap yang
bernyawa. Dialah kematian…
Kini..
Sudah tidak ada lagi yang akan kami temui, sosok yang membawakan kami
sebungkus chocolatos dari kantung tasnya. Sosok yang tiba-tiba
meng-klakson-mu di sela-sela menunggu lampu merah ketika menuju kekampus. Sosok
dengan candanya mengisi waktumu disela-sela tugas yang menumpuk. Sosok yang mengirimimu
sms, mengoprak-oprak-mu, mengingatkanmu untuk menghadiri acara MABIT,
pelantikan bantara, OTA, PWD, PERBAWA dan kegiatan2 lainnya di smada.
Terakhir kali sms, kau masih
membahas tentang kondisi adek-adek di Rohis dan Ambalan. Tentang kelanjutan
Rohis Al-Falaq yang mulai kau khawatirkan, tentang Ambalan dan ikatan alumni
yang berusaha kau hidupkan. Ah.. rasanya baru kemarin kak Ko, kau mengucapkan
janji ambalan itu..
“Ikhlas bakti bina bangsa, berbudi bawa laksana, berjiwa ksatria”
Mendengar kalimat itu kembali
diucapkan rasanya seperti memaksa ingatan ini kembali pada masa-masa ketika engkau
menjadi juru adat dan menancapkan keris itu. Keris keramat disetiap acara-acara
ambalan R.A Kartini-Diponegoro kita. Keris yang selalu membuat kita tersenyum
simpul ketika mengingatnya kini.
Baru aku sadari bahwa kalimat itu
memang benar-benar telah menjelma dalam kepribadianmu Kak Ko. Ikhlas berbakti,
betapa engkau berhasil menjadi wujud dari sosok dengan etos kerja yang luar
biasa, ikhlas memberikan konstribusi, pikiran, energi, makanan, semuanya.
Selama mengenalmu sejak kelas X,
aku baru sadar bahwa kau tak pernah mengeluh dihadapan teman-teman disekitarmu.
Ba’da Idul Adha kemarin, aku jadi teringat kisah heroikmu bersama Tedi mencari
hewan Qurban sampai Gunung Kidul untuk perayaan Idhul Adha di SMADABA, hujan
deras tak menyurutkan langkahmu, bahkan meski ban sepeda motormu bocor ditengah
jalan kau tak pernah ambil pusing. Kau pulalah yang tak kenal lelah membersamai
adek-adek DA di PERBAWA kemarin, menjadi perkap sejati, menjadi yang pertama di
gerakan anti mubazir ketika ada makanan di setiap acara, menjadi yang paling
sering mentraktir kami ketika kami kelaparan, menjadi kakak yang selalu siap
siaga untuk adek-adeknya, menjadi yang paling sering mempertanyakan “Undanganku
satu tahun lagi”, meski sebenarnya akupun tak tahu itu pertanyaan serius
atau hanya sekedar candaanmu, menjadi teman yang selalu paling awal menegur
kami ketika kami mulai salah orientasi. Ah Kak Dico, mungkin itu semua belum
cukup untuk menuliskan segala kebaikan yang pernah kau lakukan, yang kami tahu
hanyalah; Kau selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk orang-orang
disekitarmu Kak Dico. Di Sepuluh Tujuh, di IPS 4, di Rohis, di Ambalan, di
Buletin, di MPK, di PMR, di Aula SMA 2, Di Gubuk Pramuka, Di Masjid Al-Falaq,
Di Kantin Bu Joko. Dimanapun engkau berada Kak Diko. Setiap orang yang
mengenalmu pasti memiliki kesan tersendiri.
Ya Allah…
Butuh waktu hingga 100 hari
kepergian kak Dico hingga aku berani menuliskan tulisan ini. Butuh waktu,
hingga ketika mengingatnya air mata ini tak menetes kembali…
Ketika waktu begitu cepat
dipergilirkan…
Sosoknya tiada henti memberikan
kami banyak pelajaran bahkan setelah kepergiannya Yaa Rabb…
We miss the time you where around
Kak Dico..
Jujur
kami rindu celotehan-celotehanmu yang mengantarkan kami pada tawa. Bagaimana
kami dapat lupa, jika setiap kami bersama tidak ada lagi yang menyeringai dan
memenuhi ruang tempat duduk itu?
Bagaimanapun kak Dico sudah
terlalu banyak memberikan kita pelajaran berharga untuk mensyukuri kehidupan
yang telah Allah karuniakan kepada kita. Lihat senyumnya yang begitu tulus
itu.. Semoga dimasa penantiaannya kini, senyum itu selalu bersemayam dalam
dirinya, ditemani amal-amal kebaikan yang selama ini telah dilakukannya. Selamat
berjumpa dengan 72 bidadari Kak Diko, semoga kita dipertemukan kembali di
Jannah-Nya nanti dalam keadaan dan waktu yang lebih indah daripada waktu dan
keadaan pertemuan kita di Bumi Allah ini. Aamiin :’)
“Ya Alloh,
ampunilah dia, berikanlah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari siksa
kubur), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga),
luaskanlah kuburannya, mandikanlah dia dengan air, salju, dan air es. Bersihkanlah
dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari
kotoran. Berikanlah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berikanlah
keluarga yang lebih baik dari keluarganya (di dunia), isteri (atau suami) yang
lebih baik daripada isteri (atau suami)nya, dan masukkanlah dia ke Surga,
lindungilah dia dari siksa kubur dan siksa Neraka.” (HR. Muslim dll.)
Komentar
Posting Komentar