Biopiracy Tantangan Indonesia Kini dan Nanti


Berbicara tentang Biopiracy, belum banyak masyarakat kita yang memahami betul arti kata tersebut, atau jangan-jangan justru kita sendiri juga belum mengetahui apa yang dimaksud Biopiracy. Pernahkan kalian mendengar tentang Biopiracy? Lalu mengapa hal ini dianggap sebagai tantangan bagi Indonesia saat ini maupun dimasa yang akan datang?.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang apa itu Biopiracy, mari kita menengok beberapa fenomena yang belum lama terjadi di wilayah Indonesia bagian timur. Dikutip dari laman The Jakarta Pos, pada bulan Februari 2017 lalu, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menangkap seorang peneliti Perancis yang datang sebagai wisatawan di Papua. Ia diduga menyelundupkan spesies langka Ornithoptera Goliath, jenis kupu-kupu langka yang memiliki ukuran kedua terbesar didunia. Ternyata kasus seperti ini bukan yang pertama.

Dikutip dari republika.or.id, pada tahun 2007 Sekretaris utama LIPI, DR. Rohadi Abdul Hadi APU, pernah menyatakan bahwa kasus Biopiracy di Indonesia bukanlah isu belaka. Sudah banyak bukti yang menunjukan dugaan adanya kasus Biopiracy ini terjadi di wilayah negara tropis seperti Indonesia. Pada tahun 2012 yang lalu, seorang remaja asal Inggris juga kedapatan mengumpulkan beberapa sampel penelitian di Hutan Lindung Murung Raya, Kalimantan Tengah tanpa izin. Fakta lain juga menunjukan memang 80% kekayaan hayati dunia berada di wilayah tropis dan sub tropis di selatan. Namun, di Amerika Serikat saja, 56% dari 150 obat utama ternyata berasal dari tumbuhan (tropis). Perdagangan pasar obat ini memang begitu prospektif untuk dikembangkan melalui praktik-praktik eksploitasi plasma nutfah di negara-negara tropis dan subtropics secara massif. Sayangnya, ambisi untuk menggerus plasma nutfah itu dikhawatirkan justru dilakukan tanpa mengantongi persetujuan atau perizinan. Hal ini tentu bisa sangat merugikan bagi negara yang dieksploitasi tanpa adanya kesepakatan pembagian keuntungan.

Menurut Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Biopiracy adalah praktik eksploitasi sumber daya alam dan pengetahuan masyarakat tentang alamnya tanpa izin dan pembagian manfaat. Kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan potensi hayati maupun plasma nutfah yang sangat besar jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Letak Indonesia yang berada di wilayah tropis menjadikan negara kita kaya akan keanekaragaman hayati (biodiversity), hampir 11% keanekaragaman hayati di dunia berada di Indonesia. Sayangnya, instrumen hukum di Indonesia dirasa masih cukup lemah dan belum mampu melindungi kekayaan sumber daya alam tersebut dari praktik ‘pembajakan’ sumber informasi genetik lokal (biopriracy) untuk kepentingan pihak asing yang tidak bertanggungjawab. Ini adalah sebuah tantangan besar bagi Indonesia untuk bisa melindungi kekayaan alamnya dari praktik-praktik haram tersebut.

Ternyata tidak hanya pembajakan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang marak terjadi di Indonesia, kekayaan sumber daya alam yang ada di Indonesia pun rawan untuk mengalami pembajakan, atau diklaim dengan hak paten oleh pihak-pihak asing yang mengekploitasinya tanpa izin. Dalam rangka mencegah terjadinya Biopiracy agar tidak terjadi kembali di Indonesia, ada beberapa hal yang benar-benar harus menjadi perhatian pemerintah maupun pihak-pihak terkait. Upaya ini sebenarnya menjadi kesepakatan dan cita-cita bersama dalam Protokol Nagoya yang dikeluarkan pada tahun 2014 lalu, dan sudah diratifikasi Indonesia bersama dengan 156 negara yang lain. Isi protokol tersebut menyatakan bahwa ada atura yang tegas tentang akses dan pembagian keuntungan terhadap aset sumber daya alam maupun sumber daya genetik (SDG) dalam suatu negara yang meliputi konservasi keanekaragaman hayati dan transfer teknologi hingga pengetahuan lokal yang ada atau dimiliki oleh masyarakat adat setempat.

Regulasi tersebut mendukung aturan yang sudah ada bagi para peneliti luar negeri yang diatur dalam UU No. 18/2002 tentang sistem Nasional dalam Penelitian, Pengembangan, dan Aplikasi Sains dan Teknologi. Hal ini juga diperkuat dengan Keputusan Kepala LIPI No.3350/A/1998 tentang Petunjuk Persetujuan Riset oleh Peneliti Luar Negeri. Para peneliti ini harus melalui prosedur perizinan dan persetujuan yang sangat ketat dan detail untuk mencegah praktik Biopiracy oleh peneliti asing saat melakukan penelitiannya di wilayah Indonesia. Prosedur pemberian izin dan penerapan aturan tentang kesepakatan pra, saat, dan pasca penelitian misalnya tentang pemeriksaan apa yang boleh dibawa, dan kewajiban untuk melaporkan hasil penelitian harus melalui pengetahuan lintas sektor dengan melibatkan dan diawasi berbagai institusi atau lembaga daerah yang terkait.

Pemerintah melalui Kemenristek Dikti juga di dorong untuk menguatkan regulasi terkait pembatasan eksploitasi sumber daya alam terutama di wilayah-wilayah yang rentan pencurian oleh pihak asing, seperti di wilayah yang pengetahuan masyarakatnya masih relatif rendah dan masih sedikitnya peneliti lokal yang mengeksplore daerah tersebut. Jika aturan ini benar-benar bisa dilaksanakan hingga tataran lapangan, hal ini tentu akan memberikan peluang dan kesempatan yang besar bagi para peneliti lokal untuk menjadi peneliti yang meneliti sumber daya alam maupun genetik di daerah tersebut.

Selain itu, pemerintah juga diharapkan memberikan perhatikan lebih untuk riset dan penelitian analisis genetik plasma nutfah di Indonesia dengan penyediaan instrumen, sarana maupu prasarana yang memadahi. Hal ini penting, agar analisis genetik yang dilakukan oleh peneliti-peneliti lokal ataupun asing yang mengambil sampel plasma nutfahnya di Indonesia tetap bisa dilaksanakan di dalam negeri. Karena dari sana akan ada transfer pengetahuan, dan spesies temuannya tidak harus dibawa pergi ke luar negeri untuk menganalisi komponen genetiknya.

Biopiracy tidak hanya akan menjadi tantangan bagi Indonesia kedepan, tetapi justru bisa jadi ancaman bagi kekayaan sumber daya alam di Indonesia jika kita sebagai masyarakat tidak memiliki kesadaran bahwa kewajiban untuk menjaga dan melindungi kekayaan plasma nutfah di Indonesia adalah tanggungjawab kita bersama.

Sumber:


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merajut Cinta

Perkenankanlah Aku MencintaiMu Semampuku

Ketika Ikhwah Jatuh Cinta