Memberdayakan Rasa Lelah



Memberdayakan Rasa Lelah…
                Teringat lagi percakapan sore itu selepas jamaah utama sholat maghrib di Masjid Mujahiddin yang kini jadi ngetrend dengan sebutan ‘Masmudin’ (Khas anak FAS tempo hari).
“Anes, kamu mau langsung pulang?” kudengar nada khawatir itu bersumber dari salah satu kakak tingkatku di Jurdik Biologi
“Hehe Iya mbak” jawabku santai
Masih hujan hlo, bawa mantel kan?” tanyanya lagi
Alhamdulillah bawa mbak”sahutku
“Sini mendekat ke mbak” katanya memerintahku
“Ada apa to mbak?”
“Mbak cuma pengen mijitin pundak Anes..” sungguh kata-katanya itulah yang membuatku meleleh seketika.

                Ah indah sekali ukhuwah ini, kalimat-kalimat itulah yang justru membuat Anes semakin kuat Mbak, bukan pijatan atau makanan yang sering kau tawarkan padaku. Dialah Mbak Mila, akhwat luar biasa, kakak tingkat dari prodi Pendidikan Biologi yang kukenal pertama kali saat registrasi Mahasiswa Baru dikampus Biru itu. Kau perhatian sekali pada adikmu yang satu ini Mbak, dan yang akan selalu kuingat, kau sering sekali gemas ingin menjewerku karena tingkah usilku yang kadang ogah-ogahan makan, sok tangguh saat di depanmu, ngantug’an dan sebagainya. Ya, Kau bilang aku butuh istirahat, setidaknya memenuhi hak tubuh ini, Qowi’ sih Qowi’ tapi tubuhmu juga butuh dipenuhi haknya Anes! Kurang lebih begitu ungkapmu saat itu dengan berkacak pinggang, kau tak sungkan untuk berbagi tips kuliah ‘membara’ kepadaku.
“Kalo capek istirahat! Jangan memaksakan diri!”. Sambil menatapku awas.
 Tapi kau selalu tahu apa jawabnya
“Aku ra popo Mbak!” ya itulah jawaban andalan yang selalu kusuguhkan ketika kau menegurku.  Aku tahu kau pun sama, sama-sama sok tangguh didepanku, iyakan? Ayo ngaku! #hehe maksa. Menjadi anak perantauan tentu tak mudah, itu yang kulihat dari beberapa teman-teman disekitarku yang berjuang sama sepertimu di negeri rantau ini. Jogja. Kau memang terlalu tangguh untuk kukejar Mbak. Tapi aku yakin, kau takkan pernah bosan menggandeng tangan kecilku untuk ikut berlari bersamamu, bersiap menjemput mimpi itu. Ah indahnya.
***
                Memberdayakan rasa lelah, mungkin itu yang harus aku, kamu, kita semua lakukan, “melaju” dalam arti kata naik motor dengan jarak 30km dari rumah kekampus memang melelahkan bagi sebagian orang, pulang-pergi, berangkat pagi-pagi buta dan pulang ketika matahari telah beranjak menjadi tua. Plus ditambah dengan seabreg amanah dikampus dan aktivitas dirumah.
Banyak yang bertanya,
“Kenapa nggak ngekost aja?, kan waktunya bisa kamu manfaatkan untuk istirahat dan hal-hal lain! Kamu nggak capek?”
“Iya ya? Kenapa nggak ngkost aja?”
Dihati kecil memang pernah terbersit pertanyaan itu, tapi kini keinginan itu mungkin sudah mengendap terlalu dalam, hingga lupa untuk kembali memunculkannya ke permukaan. Bukannya tidak mau kawan, tapi “perjalanan” dari rumah kekampus itu terlalu berharga untuk dilewatkan, pematang sawah yang hijau membentang, aspal pagi hari yang masih basah oleh embun pagi, bau tanah yang menyeruak dari sudut-sudut jalan, geliat jalanan yang dipenuhi bermacam-macam orang dengan berbagai aktivitasnya, hingga stiker-stiker unik yang iseng kubaca dihelm dan motor tiap kali berhenti dilampu merah, itu semua tak tergantikan. Haha alasan macam apa itu? aneh memang, tapi bukan itu saja sebenarnya yang menjadi alasan.
                Lebih tepatnya ada sepasang bidadari surga yang selalu menantikan kehadiranku di rumah, mungkin sama dengan kalian, jika disuruh memilih, pastilah sepasang bidadari itu terlalu berharga untuk ditinggalkan, iyakan? Jujur saja. Rasanya alasan itu sudah cukup untuk membuatku tetap bertahan, toh rasa lelah itu selalu melebur ketika senyum hangat mereka menyambutku selepas seharian berpetualang dibelantara dunia luar.
                Lelahlah yang seharusnya menjadikan kita semakin kuat, karena lelah tidak bisa dimaknai hanya sebatas fisik saja, bukankah lelah banyak macamnya? Lelah hati, lelah pikiran, dan lelah-lelah yang lain. Kita mungkin memang harus dibuat lelah dulu, agar kita sadar bahwa kita memiliki raga yang harus kita rawat, hati yang perlu kita jaga, dan pikiran yang perlu kita gunakan untuk mentafukuri diri. Menjadikan momentum kelelahan untuk merenungi diri itu penting, karena selepas rasa lelah ada gejolak jiwa yang bisa jadi melenakan ketika dituruti. Kembali bergerak atau mati terdiam, mematung disudut kekosongan harapan.
Menjadi kuat bisa dimulai kembali dengan melihat dalam diri sendiri, dengan tubuh yang masih lengkap ini, bertanyalah! Apa saja yang sudah kau kerjakan selama ini? Malulah karena Rasulullah SAW tak pernah lelah menyampaikan Islam ini pada umatnya. Apa jadinya ketika beliau memutuskan untuk menuruti rasa lelahnya, memutuskan berhenti ketika kaum Quraisy yang hendak membunuhnya atau berhenti ketika cacian dan hujatan itu sampai ditelinga, berhenti bergerak untuk meneruskan risalah itu. Apa jadinya? Bisa jadi umat masih jahiliyah disana-sini. Na’udzubillah
Malu, malu sekali rasanya, ketika mengingat kembali sosok Syaikh Ahmad Yassin yang dalam keterbatasan fisiknya ia mampu men-taujih mujahid-mujahid Palestina untuk terus bergerak.
Hingga rasa malu ini pun mengantarkan pada sosok lain, ia Thomas Alfa Edison. Penemu lampu pijar itu, bagaimana pula jika ia lelah dan memutuskan untuk berhenti sebelum usahanya yang ke 9950 itu berhasil. Bisa jadi kita masih gelap-gelapan dikala malam tiba.
                Kelelehan demi kelelahan yang mungkin pernah kita rasakan pada tiap langkah yang kita tapaki lagaknya memang harus kita rasakan, tapi bukan untuk menjadikan kita lemah. Justru sebaliknya, menjadikan kita semakin kuat, semakin tangguh, yang perlu kita lakukan adalah memilih aktivitas yang full barokah karena ketika pun kita kelelahan didalamnya InshaaAllah, lelah kita pun barokah atas Ridho-Nya. Allah sudah menjajikan bukan? Istirahat kita bukanlah di dunia ini, tapi di sana, di kampung akhirat yang beralamatkan surga dengan menara-menara cahaya. Bukankah itu terlalu menggiurkan untuk tidak dikejar?
                Semoga lelah ini adalah lelah yang barokah, lelah karena ibadah kepada-Nya, lelah karena kerja untuk-Nya, lelah karena kita telah berbuat, lelah karena karya, lelah karena berperang di jalan-Nya. Lelah yang terbalaskan istirahat terindah di Jannah-Nya kelak. Aamiin

Hijau Toska
Baiti Jannati
00.33 WIB
Dalam naungan malam yang tak menampakkan sinarnya  
               

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Merajut Cinta

Ketika Ikhwah Jatuh Cinta

Perkenankanlah Aku MencintaiMu Semampuku