Ketika Mas Gagah "Merantau"
Barangkali foto itulah yang menjadi saksi saat dimana mungkin hanya aku akhwat yang bisa di ajaknya berfoto sedekat itu di masa
lajangnya, yang memanggilku dengan sebutan-sebutan aneh kesayangannya, mengusil’iku,
dan meluapkan seluruh kejahilan serta hal-hal gila lainnya. Ya, mungkin bisa
dibilang akulah mangsa empuk untuk sasaran pem-bully-annya. Itu tak mengapa,
karena ia pun sama. Menjadi sasaran empuk buatku ketika mengomel dan mengadu.
Abangku sayang, kau mungkin sering mangkel
pada adik sematawayangmu ini. Hehe
Aku
masih ingat ketika kau bersama Tyan (sepupu kita) sibuk membuat cincin dari
koin uang logam yang berbahan kuningan untuk simbah putri, membiarkanku
memandangi tanganmu yang cekatan memainkan alat-alat yang tak kukenali itu.
Memerhatikanmu dengan seksama hingga tanpa kusadari ada sebongkah genting yang
mulai rapuh jatuh menimpa kepalaku kala itu, kau yang habis-habisan dimarahi
Ibuk karena lalai menjagaku dari runtuhan genting itu hingga kini menimbulkan
bekas yang masih nampak dikepala bagian kananku. Tapi kini, kejadian itu justru
kau jadikan lelucon yang sering kau lontarkan kepadaku. Dengan santai kau
bilang “Untung wae biyen Anes ketiban
gendeng yo Buk, itung-itung meningkatkan daya pikir, hahaha” katamu sembari
tertawa jahat, seolah aku memang harus kejatuhan genteng dulu biar nggak lemot
kalo disuruh mikir. Heuh >,<
Dari
ketiga anak bapak dan ibuk, kau yang lebih sering membuatku iri. Kaulah anak
laki-laki satu-satunya dikeluarga ini. Mengusai banyak hal, cekatan dalam menyelesaikan
sesuatu, dsb. Mungkin kata iri itu memang tidak pas Bang, karena sebenarnya
kekagumanlah yang sesungguhnya kurasakan. Aku bangga memiliki Abang sepertimu.
Kau yang pertama kali melindungiku ketika awal-awal masa TPA itu aku sempat
dijahili anak-anak lain yang nakalnya nggak ketulungan. Kau yang menjagaku
ketika Ibuk dan Mbak Erna sibuk dengan pekerjaan lain yang harus mereka
selesaikan, meskipun pada akhirnya aku tahu bahwa kau juga pernah membuatku “Nglundung” dari tempat tidur karena kau
hanya sibuk menekuri gambar2 pahlawan bertopeng itu-,-
Abang,
menjadi adikmu bukan perkara mudah. Banyak sekali orang-orang yang suka
mengganggumu, terutama cewek-cewek diluar sana yang sering menggodamu, aku tahu
itu. Aku masih ingat ketika puluhan surat cinta itu sampai ditanganmu saat masa
orientasi siswa di SMAmu dulu. Dimana disana kau kebetulan diamanahi sebagai
Mas’ul Rohis yang sholih, keren dan kece abis. Meskipun usiaku kala itu belum
berbilang 10 tahun, rasa cemburu itu sudah muncul. Aku tak suka ada orang lain
yang merebut perhatian Kakak Laki-lakiku nan unyu waktu itu. Hal serupa pun
sering terjadi ketika di TPA, ketika ada santriwan/santriwati yang terlalu
dekat bercengkrama dengamu aku tak kalah cara mengatur strategi agar mereka
menjauh darimu. Aku yang posesif, meskipun tak secara langsung kutunjukan
padamu, hanya terlalu ekstrim. Haha :D menggelikan sekali jika kuingat kini.
Ternyata dulu aku sekonyol itu.
Kau
mengajariku banyak hal Bang, aku tak mampu menyebutkannya satu persatu. Ketika
Mbak Erna harus pergi mengikuti suaminya ke Manado, kau tak ikut
mengantarkannya hingga bandara. Bukan karena kau sering “berperang” dengannya.
Aku tahu, dalam hati kecil itu ada rasa berat yang terpendam ketika menyaksikan
kepergian Mbak Erna dengan Mas Slamet juga keponakan kecil kita yang ucu-ucu
banget. Kau hanya tak ingin menampakkan keberatan itu bukan? Kau tak ingin membuat
Mbak Erna semakin berat untuk meninggalkan kita jika menampakkan kesedihan itu.
Aku bisa membacanya kini Bang.
Abang
Kolisku sayang, terimakasih untuk semua hal yang telah kau ajarkan pada adik
kecilmu ini. Perlahan, tanpa kau sadari aku mulai berusaha mensejajarimu.
Belajar menulis, belajar mendesain, belajar fotografi, belajar mengajar, dan
masih banyak hal luar biasa lain yang masih ingin kupelajari darimu.
Abangku
sayang, kau mungkin masih ingat ketika aku dan mbak erna memelukmu erat seusai
akad nikah itu. Ya, saat walimatul ‘ursy itu. Ketika kau bersanding dengan Mbak
Rina. Ada luapan kelegaan luar biasa sekaligus ketakutan yang membuncah. Aku
meluap dalam bahagia ketika kau menemukan kekasih dunia akhiratmu itu Bang,
bahagia, haru, tapi aku juga takut jika kebersamaan itu terbagi. Tapi kini aku
belajar bahwa rasa cemburuku padamu adalah rasa sayang. Aku jadi malu. Baru
kali ini aku sefrontal ini menyampaikan perasaanku kepada lawan jenis, dan
beruntunglah karena lelaki itu engkau Bang.#eaa
Bagiku
kau adalah gambaran ketulusan dan kesetiaan. Karena aku tak pernah menemui
laki-laki lain setelah Bapak yang ketulusan dan kesetiannya menyamaimu. Banyak
kenangan indah yang kulewatkan bersamamu. Kau yang sering menuruti rengekanku
ketika ada pameram buku, mengajakku berputar-putar mengelilingi Bantul Expo
ketika cowok-cowok lain menggandeng pacarnya untuk kesana, mengajakku memilih
kamera yang kini kau wariskan kepadaku, membeli dan mereparasi printer, bahkan
pernah dengan terpaksa mengajakku menghadiri acara Walimatul ‘Ursy teman
karibmu karena tak ada teman lain yang bisa kau ajak.
Oh
Abang, maafkan aku karena baru menyadari memiliki Abang sehebat dirimu ketika
kau tak disini saat ini. Mengantar jemputku bukan hal yang asing lagi bagimu,
masih segar dalam ingatanku ketika kau menjemputku dikampus ba’da maghrib waktu
itu hanya untuk mengantarkan kunci motorku yang hilang. Kau ulurkan kunci dan
sebotol air minum segar untukku karena kau tahu saat itu aku tengah berpuasa.
Abang, aku tak tahu harus dengan cara apa aku membalas kebaikanmu selama ini.
Aku memang cengeng Bang, kau pasti tahu itu dan kau selalu hadir ketika kau
kubutuhkan, begitu pula Mbak Erna, kalianlah dua kakak terhebat yang pernah
kumiliki. Kakak terbaik sepanjang masa.
Kalian
berdua, embak dan abangku yang selalu mengajariku menjadi anak yang baik
terhadap ibu dan bapak, mengajariku menjadi wanita yang baik. Dari kalian,
banyak hal luar biasa yang bisa kupetik. Meskipun tak pernah bilang, aku tahu
ada cinta untuk adik kecilmu ini, iyakan?. Begitu pula aku, meskipun baru kali
ini aku mengatakannya lewat tulisan ini. Perasaan ini sudah sejak lama aku
rasakan. Semakin hari semakin tak terhingga.
Abang,
kini kau telah berkeluarga, dan keluargamu kini terasa semakin lengkap dengan
kehadiran keponakan gembulku nan unyu, Faiz. Berkelanalah Abang, raihlah
pencapaian tertinggi itu. Tunggu anes dipuncak kesuksesan itu ya Bang. Anes
janji akan menyusulmu.
#Sajak kerinduan Adik kecilmu
Abang, aku rindu…
Mendengar suara tilawahmu yang mengingatkanku padaNya
Menyimak lantunan senandung cinta yang menggetarkan isi hati
Abang, aku rindu…
Mendengar suara adzan yang menelisik dibalik kabut pagi
subuhku
Membangungkanku dalam embun yang masih beku
Abang..
Ada kidung rindu yang Ibu nyanyikan dalam tiap doanya
untukmu
Agar kau baik-baik disana
Menjadi lentera bagi keluarga ini..
Menjadi penyejuk hati-hati ini
Abang..
Semoga kebersamaan ini abadi hingga jannah-Nya nanti… Aamiin
01:32 wib
Dalam dekap kabut yang mulai turun
#hijau toska
Komentar
Posting Komentar