Guruku Itu... sesuatu banget :)



Guruku Itu…?
“Woi, Pak Jindar datang” begitulah teriakan salah seorang teman sekelasku setiap kami memasuki jam pelajaran Fisika. Sedetik kemudian, seisi kelas riuh, ribut, tak keruan berebut bangku untuk duduk. Maklum saja kelas kami memang selalu ribut setiap kali pergantian jam pelajaran. Ada yang ngobrol, lempar-lemparan kertas, ngerjain PR, mainan HP. Dan masih banyak lagi. Pak Jindar, itulah sebutan untuk guru Fisikaku. Meski guru Fisika, rambut Pak Jindar nggak sok nge-Einsten kok, bahkan berbanding terbalik 180 derajat. Itulah yang kadang menjadi bahan olok-olok kami kepadanya. Herannya beliau tidak pernah marah ataupun kesal. Paling berpura-pura tidak mendengar jika kami murid-muridnya bandel berbisik-bisik “silau” ketika beliau mengajar. Padahal guru lain tidak segan-segan memperingatkan bahkan membentak jika ada murid yang kedapatan mengolok-olok.
Teman-teman sekelas lucunya tidak pernah kehabisan ide menciptakan julukan-julukan baru jika “panggilan kesayangan” pada beberapa guru itu terbongkar. Ada Tante, sebutan untuk guru matematikaku yang stylis abis. Aa’ Gatot, sebutan untuk guru Kesenian yang telah meninggalkan dunia hitam karena rambutnya sudah memutih semua, mungkin emang nggak nyambung tapi ya diambung-sambungi aja soalnya julukan ini khusus dan spesial untuk salah satu temanku yang kabarnya naksir sama Aa’ Gatot. Ada lagi Bu lalat tse-tse, panggilan sayang untuk guru kimiaku yang sukanya ngedongengin siswa-siswinya supaya lekas sembuh eh #tidur :D.  Masih banyak sebenarnya julukan-julukan lain yang meggelikan jika diingat kini.
Suatu hari sesusai Ujian Semester 1 dilaksankan, nilai untuk mata pelajaran fisika di umumkan. Ribut, teman-temanku berdesak-desakan di papan pengumuman untuk melihat nilai. Aku, yang memang belum sempat mengikuti ujian mata pelajran fisika karena kemarin sakit santai-santai saja di aula (Ruang tunggu peserta remidi), tentu saja namaku tidak ada. Aku kan belum ikut ujian. Dan sungguh betapa menyepelekkannya aku saat itu karena tidak mencari Pak Jindar untuk ujian susulan.
Hari berganti, teman-temanku sibuk mengerjakan soal fisika yang hari sebelumnya telah diberikan oleh Pak Jindar. beberapa saat berselang, ada seorang teman menghampiriku.
“Woi Nes, dicariin Pak Jindar tuh. Katanya disuruh menghadap beliau sekarang”
Seketika itu juga lututku kuyu, mulutku kelu, tubuhku lesu. Pasti akan ada hal buruk yang terjadi, batinku. Dan dugaanku pun benar, aku dimarahi habis-habisan oleh Pak Jindar karena ulahku yang sangat menyepelekan ujian fisika itu, dan tak mencarinya untuk mengikuti ujian susulan. Aku hanya bisa tertunduk diam. Tak pernah aku lihat Pak Jindar semarah itu sebelumnya. Ya Allah ampuni dosa-dosaku. Saat itu juga Pak Jindar langsung mengajakku untuk mengerjakan soal ujian susulan di ruang bimbingan konseling. Aku lega, setidaknya  sedikit banyak aku telah mempelajari soal ujian kemarin dan pasti soal yang diberikan Pak Jindar tak jauh-jauh beda dengan soal yang kemarin di ujikan. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah aku. Sudah habis dimarah-marahi, soal yang diberikan Pak Jindar pun tak seperti yang kuduga. Meskipun hanya berjumlah 4 soal esai, itu sudah membuatku stres nggak ketulungan. Aku bingung celingukan kekanan-kekiri, tak ada satu orangpun yang bisa membantuku. Nggak lucukan kalau aku ngitung kancing baju. Soalnya kan esai. Dan keprasahan adalah jurus jitu yang aku gunakan saat itu. Waktu habis, segera ku kumpulkan lebar jawaban kepada Pak Jindar. takut-takut aku berjalan menghampirinya.
“Ini Pak”, kataku
Hening,
“Ya Sudah, silahkan keluar” katanya
Aku lega, seperti baru saja keluar dari penjara yang gelap, pengap dan nggak ada ventilasinya. Megap-megap aku didalamnya. Mungkin ini juga bisa dikatakan hukuman karena kurang hormat pada guru-guru kami. Bukankah guru adalah orangtua ketika disekolah? Melalui merekalah kami menjadi pandai dan berakhlak mulia. Tapi nyatanya, aku kok tidak tambah berakhlak mulia ya?
Sebulan setelahnya kami memasuki hari raya Idul Fitri, ada jadwal rutin silaturahim ke guru-guru di organisasi yang aku ikuti. Dan betapa malunya aku ketika rombongan tiba di rumah Pak Jindar. Waduh, mengapa Allah mengujiku dengan harus mendatangi rumahnya. Ternyata hukuman yang kemarin itu belum cukup. Beruntungnya hal ini bisa juga kugunakan untuk menyampaikan permintaan maafku kepadanya atas kenakalanku selama ini.
Jadilah kami menyusuri jembatan Kulonprogo dan gang-gang kecil untuk mencapai rumahnya. Ragu, salah seorang diantara kami mengetuk pintu rumahnya yang sederhana dan dipermanis dengan pot-pot bunga yang berjajar di pagar depan rumah. Rumah itu tidak berhalaman luas. Istri Pak Jindar yang membukakan pintu, Subhanallah ibu itu begitu bersahaja menyambut kami dengan seulas senyum tulusnya. Saat itu baru kuketahui, bahwa di usianya yang sudah tidak muda lagi Pak Jindar tinggal dengan ditemani seorang istri dan 1 orang anaknya.
Beliau kemudian keluar dan menyambut kami dengan suka cita selayaknya menyambut kedatangan anaknya sendiri. Wajah tirusnya berbinar mempersilahkan kami duduk di ruang tamu yang tidak begitu luas. Sungguh aku terkesima dengan kesederhanaan dan kebersahajan hidupnya. Di sekolah beliau memang dikenal  disiplin menegakkan peraturan dan rajin beribadah, tapi di luar kutemukan menjelma menjadi seorang ayah. Ayah yang benar-benar menganggap kami seperti anaknya. Aku tersentuh dengan perlakuannya terhadapku, karena beliau sama sekali tidak menyinggung tentang kenakalanku kemarin. Justru memberikan banyak nasehat-nasehat, untuk tidak pernah menyerah dengan keadaan, sesulit apapun. Tetaplah berusaha, Insya Allah pasti akan di berikan jalan yang terbaik. Aku terharu mendengar pesan tulus tersebut.
Sejak saat itulah aku tidak pernah lagi memanggilnya dengan sebutan itu. Pun kepada guru-guru lain dengan julukan yang ajaib-ajaib itu. Aku merasa sangat berdosa karena tidak menghargai dan menghormati mereka. Apalagi dengan guru fisikaku itu. Keteduhan hati dan kesabaran beliau mengajarkan ilmu menjadi teladan bagiku. Seulas doaku semoga budi baik dan pengorbananmu medidik kami menjadi penerang bagi kehidupanmu di dunia maupun di akhirat. Aamiin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Ikhwah Jatuh Cinta

Dewan Ambalanku Sayang

Sakit Hati