Ibuku Jalan Surgaku
‘Pesan Ibu yang Ku Jalankan Hingga Hari Ini’
Kau ajariku berjalan
Membimbingku perlahan
Hingga tercapai segala yang ku cita-citakan
Selamaku dibesarkan
Selamaku dipelukan
Begitu banyak dosa yang kulakukan
Buat Ibu terluka
Buat Ibu kecewa
Mohonku diingatkan
Mohonku dimaafkan
Ku kayuh perahu menuju pulau citaku
Diiringi doa nasehat bijakmu ibu
Ku arungi hidup berbekal ilmu darimu
Kasih sayangmu ibu tak terbantahkan waktu
(Lirik Lagu “Ibu”- Jasmine Elektrik)
Memahami bahasa cinta seorang Ibu memang tak selalu mudah. Tapi siapapun Ibu kita, yakinlah bahwa ada kelembutan padanya, seperti apapun caranya, percayalah, selalu ada ketulusan dihatinya. Ibu adalah bahasa cinta yang kosakatanya selalu indah. Ibu adalah mata air cinta yang tak pernah kering dimakan oleh waktu.
Ditemani sebuah lagu penuh makna tentang Ibu dari Jasmine Elektrik. Ku coba mengingat kembali segala kebaikan dan kasih sayang sosok Ibunda. Benarlah bahwa “Kasih Sayang Ibu Tak Terbantahkan Waktu”. Maka, izinkanlah aku bercerita tentang sosok wanita mulia yang surga kita ada dibawah telapak kakinya.
Ditemani sebuah lagu penuh makna tentang Ibu dari Jasmine Elektrik. Ku coba mengingat kembali segala kebaikan dan kasih sayang sosok Ibunda. Benarlah bahwa “Kasih Sayang Ibu Tak Terbantahkan Waktu”. Maka, izinkanlah aku bercerita tentang sosok wanita mulia yang surga kita ada dibawah telapak kakinya.
Usia Ibu kini hampir genap 59 tahun. Aku adalah putri bungsunya dari tiga bersaudara. Ibu adalah seorang wanita yang telah berjuang mengandungku selama kurang lebih sembilan bulan. Meskipun tidak
pernah mengeluh, beliau pasti merasakan beban dan keletihan yang luar biasa
saat mengandungku selama kurun waktu itu.
Sebagai seorang anak, kita memang tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana rasa sakitnya dan betapa dramatisnya perjuangan Ibunda saat melahirkan buah hatinya. Ibu pasti hanya akan tersenyum dan menceritakan hal-hal yang indah dalam setiap proses itu, karena baginya melahirkan kita adalah sebuah kesyukuran, tidaklah terucap
sedikitpun keluhan dari lisannya. Ah Ibu, sesekali engkau pun boleh berbagi
keluh kesah itu. Aku tahu Bu, engkau memang sangat pandai menyimpan segala ekspresi keluhan itu.
Seringkali ada
bulir-bulir bening yang menggenang disudut mata Ibu saat mengenang buah hatinya satu per satu. Seolah kita bisa merasakan saat-saat seusai Ibu melahirkan dengan kesakitannya yang hebat dan
keletihan yang luar biasa itu, rona wajah Ibu berubah seketika menjadi bahagia
karena melihat kita terlahir kedunia, dadanya yang awalnya sesak akhirnya merasakan
kelegaan karena kita bisa terlahir dengan selamat. Seharusnya, sejak mendengar kisah
itu, kita berjanji pada diri kita sendiri bahwa kita tidak boleh membiarkan Ibu
merasakan rasa sakit dan kekecawaan lagi karena telah berjuang melahirkan kita ke dunia.
"Seorang Ibu merawat anaknya sambil berharap kehidupannya, sementara seorang anak justru merawat Ibunya sambil menunggu waktu kematiannya". Astaghfirullahal'adzim. Kenyataannya, saat usia Ibu sudah memasuki senja, kita memang tak pernah bisa menyamai kesabaran Ibu dalammerawat kita saat kecil dulu. Kita yang tidak sabar sementara Ibu sangatlah sabar menghadapi kita yang membuat berantakan seisi rumah, kita yang sering membantah dan meninggikan suara sementara Ibu justru menasehati kita dengan kelembutannya, kita yang merajuk dan membanting pintu hanya karena dilarang pergi keluyuran, padahal sejatinya Ibu sedang ingin menjaga kita dari pergaulan bebas diluar sana, kita yang enggan makan karena bosan dengan menu itu-itu saja, padahal Ibu sebenarnya merelakan porsi makannya hari itu hanya untuk kita makan, dan asih banyak lagi kenakalan-kenakalan yang kita lakukan tanpa peduli perasaan Ibu. Seharusnya kita malu dan menyesal telah berbuat demikian terhadap seseorang yang begitu baik terhadap kita, hanya saja kita memang tidak pernah mau tahu.
Banyak orang yang mengatakan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu. Tapi, tidak bagiku Bu! Harimu adalah setiap hari yang kulewati dalam hidup ini. Bukan berarti aku tidak peduli kapankah #HatiIbu itu diperingati, sehingga hari-hari lainnya aku bebas membuatnya terluka, marah, bahkan kecewa. Bukankah kita tidak perlu menunggu momentum tertentu untuk bisa berkhidmat dan mengekspresikan setiap cinta dan kasih sayang yang kita miliki kepadanya?
Banyak orang yang mengatakan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu. Tapi, tidak bagiku Bu! Harimu adalah setiap hari yang kulewati dalam hidup ini. Bukan berarti aku tidak peduli kapankah #HatiIbu itu diperingati, sehingga hari-hari lainnya aku bebas membuatnya terluka, marah, bahkan kecewa. Bukankah kita tidak perlu menunggu momentum tertentu untuk bisa berkhidmat dan mengekspresikan setiap cinta dan kasih sayang yang kita miliki kepadanya?
Ibu mungkin pernah memiliki kesalahan. Namun, sebesar apapun kesalahan itu, sebenarnya jauh lebih besar kesalahan yang mungkin pernah kita lakukan kepadanya, baik itu yang kita lakukan dengan sadar maupun tidak. Kita hanya perlu berdamai dengan hati, memaafkan setiap salah, mengakui bahwa kita pun seringkali bersalah dan menggores luka dihatinya. Sebelum ruh berpisah dari raga ini, tak pernah ada kata terlambat untuk meminta maaf dan berbuat baik kepada Ibu. Maafkan kami Bu.
“Selamaku dibesarkan
Selamaku dipelukan
Begitu banyak dosa yang kulakukan
Buat Ibu terluka
Buat Ibu kecewa
Mohonku diingatkan
Mohonku dimaafkan”
Bagaimanapun kondisinya,
seorang Ibu adalah sosok yang selalu menepati janjinya. Ibu yang memberikan kita asi
terbaik, menimang kita di atas lengan dan pundaknya, membersihkan badan dan
pakaian kita. Ibu yang selalu mengalah saat kita ingin makan ini
dan itu, beliau utamakan kita sebelum dirinya, Ibulah yang menyuapi kita dengan
makanan dan minuman yang terbaik. Ibu yang selalu tidur paling larut karena
harus memastikan segala urusan rumah telah beres, dan ia pun pasti akan bangun
paling pagi diantara yang lainnya, menyiapkan segala keperluan kita untuk
beraktivitas di hari itu, Ibu yang membangunkan kita, membasuh tangah, wajah
dan mata kita, mengenakan pakaian kita, memperhatikan kita dengan seksama
ketika kita sedang duduk ataupun berjalan. Itu semua beliau lakukan agar kita selalu
terpelihara dari segala macam mara bahaya. Ibulah yang selalu berusaha
mengerjakan segala sesuatu demi ketenangan dan kebahagiaan putra-putrinya.
Saat salah satu diantara anaknya
sakit, bukankah Ibu pasti akan memberikan perhatian yang lebih kepada kita? ia yang akan menjadi garda terdepan untuk bersiap siaga menjaga kesehatan kita. Bahkan sepanjang malam Ibu pasti akan terjaga disamping kita dengan hati yang resah. Ibu seperti ikut merasakan
sakit seperti sakit yang kita rasakan, semalaman ia berjaga menunggui kita. Hatinya
tak tenang, sementara lisannya basah merapal do’a kepada Allah SWT agar kita
yang sedang sakit diberikan kesembuhan. Hampir disetiap sholatnya Ibu meminta dengan segala kerendahan hatinya agar Allah swt selalu
menjaga putra-putrinya dalam keadaan sehat wal afiat. Itulah yang
kutemukan dari sosok Ibuku.
Saat kita sakit selama itu pula kita pasti akan mendapati diri kita selalu tertambat
pada buaian dan pelukan Ibu. Berulang kali kita mengeluh, dan menyebut-nyebut
namanya. Maka ia pun akan menyambut panggilan kita dan datang bergegas dengan raut
wajah yang pias dan sangat khawatir.
Aku masih bisa merasakan hangatnya pelukan Ibu yang khawatir saat itu. Ia antarkan aku ke rumah sakit, ia datang membawakan obat-obatan yang dapat meringankan sakit yang kurasakan. Ibulah sosok yang begitu setia menemani hingga redalah rasa sakit itu. Betapa bahagia dan bersyukurnya Ibu saat mengetahui keadaanku lebih baik. Sungguh Ibu, tak ada balasan kecintaan ini dariku, selain menaati dan mencitaimu sebagaimana yang dikehendaki Rabb-ku Yang Maha Mulia. Terimakasih Bu.
Aku masih bisa merasakan hangatnya pelukan Ibu yang khawatir saat itu. Ia antarkan aku ke rumah sakit, ia datang membawakan obat-obatan yang dapat meringankan sakit yang kurasakan. Ibulah sosok yang begitu setia menemani hingga redalah rasa sakit itu. Betapa bahagia dan bersyukurnya Ibu saat mengetahui keadaanku lebih baik. Sungguh Ibu, tak ada balasan kecintaan ini dariku, selain menaati dan mencitaimu sebagaimana yang dikehendaki Rabb-ku Yang Maha Mulia. Terimakasih Bu.
Seorang Ibu adalah
madrasah pertama bagi putra-putrinya. Itulah yang selama ini aku rasakan dalam diri Ibuku, Ibu
berhasil menjadi tempat bagi kami menemukan sejuta ilmu, keteladanan, limpahan kasih
sayang dan luapan cinta yang tak bertepi. Ibu adalah madrasah pertama yang
menuntun kami menemukan kekuatan keimanan dan membina keshalihan. Ibu yang
mengajari kami mengenal Allah SWT, mengenal para nabi dan rasul, mengenal
Islam, mengajari kami mengaji sejak kecil, mengajari kami cara sholat, hingga mengajari
kami untuk selalu berbuat baik kepada orangtua juga orang lain.
Ibu selalu memiliki
caranya tersendiri dalam mendidik dan mencintai kami. Seperti ketika beliau
menasehati kami tentang cara memandang dunia kala itu, “Wong urip
kui kudu nrimo ing pandum, ora pareng kakehan sambat, ora pareng kakehan polah,
ora pareng dumeh, tetep eling lan waspodo”. Orang hidup itu harus
menerima setiap pemberian (bersyukur), tidak boleh banyak mengeluh, tidak boleh
kebanyakan gaya, tidak boleh sombong, tetap tahu diri (ingat Allah) dan selalu
waspada. Begitulah cara Ibu menjaga kami, beliau seolah tahu persis bahwa di
masa depan ada begitu banyak tantangan besar yang akan kami hadapi.
Maka, pesan-pesan itu yang selalu beliau ulang-ulangi.
Saat satu persatu
diantara kami mulai beranjak dewasa, Ibu pun pernah berpesan dengan penuh harapan, “Nduk,
Le.. suatu hari nanti saat kalian pergi keluar rumah untuk sekolah, kuliah,
bekerja, menikah dan membangun keluarga. Ibu sudah tidak bisa lagi selalu
menjaga dan mengawasi kalian, Ibu hanya bisa berdo’a dan menitipkan kalian kepada
Gusti Allah, supaya Gusti Allah langsung yang selalu menjaga kalian kapanpun
dan dimanapun kalian berada, jaga selalu sholatnya ya, jangan tinggalkan bacaan
Al-Qur’annya, dan selalu bersikaplah baik kepada orang lain”.
Ibu memang pernah mengakui bahwa ia
tidak bisa memberikan bekal yang banyak berupa warisan harta atau materi yang
melimpah kepada kami, tapi Ibu selalu meyakini bahwa bekal ilmu adalah
sebaik-baik bekal untuk menghadapi kehidupan kami di masa yang akan datang. Maka, begitu banyak yang harus Bapak dan Ibu korbankan untuk dapat memberikan akses
pendidikan yang baik bagi kami bertiga. Sudah tidak terhitung lagi berapa
banyak biaya yang beliau keluarkan untuk menyekolahkan kami. Maka, jika hari
ini kita masih belum bisa bersyukur atas segala karunia, kenikmatan, dan
fasilitas yang kita rasakan dalam hidup ini. Sesekali lihatlah kondisi saudara-saudara kita diluar sana yang masih memiliki kekurangan dan keterbatasan, tak pantas rasanya jika kita terlalu banyak mengeluh. Allah Maha Tahu Apa yang kita butuhkan. Kita bisa merenungi bahwa posisi yang kita
rasakan saat ini bisa jadi adalah kenikmatan yang begitu di idam-idamkan oleh orang
lain diluar sana.
Hidup dilingkungan
keluarga yang sederhana tidak membuat kami kehilangan harapan, Ibu
selalu mampu ‘membakar’ semangat kami untuk memiliki cita-cita yang besar untuk bisa bermanfaat bagi orang lain. Kami memang tidak pernah dituntut untuk menjadi ini
dan itu, Ibu hanya selalu mengingatkan bahwa selain tujuan yang ingin dicapai
di dunia, kami juga harus memiliki tujuan untuk dicapai diakhirat kelak.
Ibu
selalu mengingatkan, “Besok kita masuk surganya sekeluarga ya Nduk, jangan
sampai ada yang ketinggalan”. MasyaAllah aamiin yaa rabbal’alamiin
Bu.. meleleh rasanya mendengar kalimat-kalimat itu. Dari kalimat-kalimat
Ibu itu pun kami akhirnya tahu bahwa Ibu memiliki sebuah impian dan kerinduan
yang luar biasa terhadap tanah suci. Ibu yakin sekali bahwa insyaAllah jika
Allah SWT meridhoi, kami sekeluarga juga bisa merasakan kenikmatan beribadah di
Masjidil Haram, menunaikan ibadah haji dan juga umroh. Setiap kali ada tetangga
atau kerabat yang hendak berangkat haji atau umroh, beliau pasti menyempatkan
diri untuk menitipkan do’a agar kami juga diberikan kesempatan yang sama
menjadi hamba Allah swt yang di undang kesana.
Mengetahui hal itu, tak
henti-hentinya kami berdo’a kepada Allah SWT, “Yaa Allah, Engkau telah melihat
kondisi Bapak dan Ibu kami yang sekarang sudah memasuki usia senja, mereka sungguh
sangat ingin memenuhi panggilanMu Yaa Rabb, mereka belum pernah berangkat haji,
belum pernah berangkat umroh, belum pernah tau seperti apa ka’bah, merasakan
nikmatnya beribadah di masjidil haramMu, belum pernah ke Makkah, belum tau
seperti apa Madinah, Yaa Allah jadikanlah kami anak-anaknya yang atas izinMu
bisa mengantarkan kedua orangtua kami ke BaitullahMu”. Aamiin aamiin yaa
rabbal’alamiin.
Jika kita pernah mengenal
wanita-wanita luar biasa yang menorehkan berbagai prestasi dan karya yang
mendunia, tentu kita pasti akan begitu mengagumi dan terinspirasi oleh karya-karyanya,
bahkan kita mungkin rela mengikuti segala macam hal yang berhubungan dengan tokoh wanita
keren itu. Padahal sebenarnya kita tak perlu mencari jauh-jauh diluar sana, sosok itu
amatlah dekat dan sudah kita kenali bahkan sejak aliran darah kita masih
menyatu di dalam tubuhnya. Tugas kita adalah menemukannya di dalam hati kita,
memberikan tempat terbaik untuk sosok spesial itu. Sudahkah Ibu menempati tempat
terbaik disana setelah Allah SWT dan Rasul-Nya, dan apakah yang sudah bisa kita berikan untuknya?.
Jika apapun boleh jadi akan Ibu korbankan demi melihat kita bahagia, lantas apakah apapun juga akan kita korbankan untuk membuat Ibu bahagia?. Jika setiap waktu kesempatan doanya selalu Ibu selipkan nama kita dalam munajat malam harinya, lantas sudahkah kita menyisakan waktu walau sedikit untuk mendoakan Ibu?. Adakah kaki kita rindu melangkah menuju jalan pulang ketika raut muka kecemasan dan rasa khawatir menggelayuti wajah Ibu sembari menatap jam yang tergantung rapi pada dinding diatas TV?
Entah bagaimana caranya kita
membalas semua kebaikan yang telah Ibu berikan selama ini. Apakah sudah kita sempatkan untuk menyapanya hari ini? mengabarkan segala kisah sendu, canda, atau tawa. Ataukah kita lebih sering berlari kepada orang lain tentang gundah gulananya hati yang sebenarnya Ibu kitalah yang lebih berhak mendengarkan kisahnya. Bagaimana pula kita
bisa membalas kasih sayang yang begitu besar seperti kasih sayang Ibu kepada
kita? Bagaimana kita membalas segala materi yang selama ini telah Ibu berikan
untuk kita?. Semua pertanyaan itulah yang perlu kita jawab sebelum banyak menuntut dari diri seorang Ibu. Karena sebanyak apapun harta yang kita miliki tidak akan pernah sanggup untuk
bisa membalas dan memenuhi segala keinginan Ibu yang mungkin tertunda karena
harus mengalah demi memenuhi kebutuhan kita selama ini.
Ada satu hal yang
perlu kita yakini, bahwa kita masih memiliki waktu di masa depan untuk memenuhi impian dan cita-cita seperti harapan ibu. Seperti lantunan do’a yang selalu Ibu
panjatkan kepada Allah SWT. Seperti lirik dalam lagu “Ibu" karya Band Jasmine Elektrik.
“Ku kayuh perahu menuju pulau citaku
Diiringi doa nasehat bijakmu ibu
Ku arungi hidup berbekal ilmu darimu
Kasih sayangmu ibu tak terbantahkan waktu”
Sungguh Ibu, engkaulah jalan surga bagi kami, begitu banyak
kebaikan yang ada pada dirimu. Banyak sekali pengorbanan dan kasih sayang yang
sampai saat ini belum mampu kami balas, dan pasti kami pun tidak akan mampu
membalasnya dengan pengorbanan yang sama dengan apa yang telah beliau berikan
untuk kami. Sungguh masih sedikit sekali yang bisa kami berikan kepadanya,
hanya do’a-do’a terbaik yang bisa kami berikan untuk Ibu agar Ibu selalu dalam
kebaikan dan naungan rahmat dari dari Allah SWT.
Allahummaghfirlii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa
rabbayanii shaghiiraa
“Yaa Allah, ampunilah aku dan kedua orangtuaku, dan kasihilah
mereka sebagaimana mereka mengasihiku sedari aku keci. Aamiin yaa rabbal'alamiin.
Terimakasih Jasmine Elektrik, sayembara penulisan blog ini kembali membuatku mengingat dan memaknai kehadiran sosok Ibu dengan segala kebaikannya. Semoga Jasmine Elektrik bisa menciptakan karya-karya yang lebih baik kedepannya. Aamiin
#JasmineElektrik
#JasmineElektrikCeritaIbu
#MIMPIIBU
#PenuhiMimpiIbuKeTanahSuci
#KasihSayangIbuTakTerbantahkanWaktu
Komentar
Posting Komentar