Biarin dibilang Kagak Kekinian
Kok
gak masang foto profil lagi sih? Kenapa fotonya malah dihapus? Jangan-jangan
udah ikut-ikutan taklid buta ya? atau mungkin paranoid sama berita-berita
menakutkan kalo kita mengupload foto kita di sosmed? Oh mungkin sudah berusaha
belajar Islam secara kaffah ya? apa khawatir dianggap tidak bisa menjaga izzah
wanita berhijab dengan meng-upload foto selfie di akun pribadi?
…dan masih
buanyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan beberapa teman untuk mereka
yang memang sengaja ‘ngumpetin’ foto profilnya. Bersembunyi dibalik profil
picture yang bukan merupakan foto aseli wajah mereka. Ada yang gambar
kartun, bunga, avatar, atau bahkan kucing kesayangannya. Sejujurnya, sudah lama sekali pengen
menanggapi celotehan-celotehan itu. Tapi… untuk beberapa saat sempat kehilangan
kata-kata. Atau mungkin memang susah membahasakannya agar tidak menyinggung dan menyudutkan perasaan orang
lain. Semoga tulisan ini tidak
menjadi ajang prasangkan negatif untuk teman-teman wanita diluar sana, karena
dalamnya niatan hati seseorang hanya Allah yang Maha Tahu. Bismillah, izinkan
saya berbagi sedikit cerita yang lagi ngehits akhir-akhir ini. Bikin hati resah
dan gelisah. Cielah..
Saya sempat
iseng bikin riset kecil-kecilan dengan mengamati aktivitas Dumay (baca: dunia
maya) yang dilakukan beberapa teman. Hasilnya kurang lebih seperti ini:
Manusiawi
sekali ketika seorang manusia yang disebut wanita memang selalu ingin terlihat ‘menarik’
dihadapan orang lain-yang jika boleh disebut sebagai laki-laki. Sudah menjadi
fakta publik juga bahwa manusia yang disebut laki-laki itu menyukai hal-hal
yang ‘menarik’. Ya, itu memang fitrahNya. Jadi, gak usah mendadak kaget atau
terheran-heran jika akhir-akhir ini kita akan menemukan fenomena-fenomena
orang-orang akan berlomba-lomba terlihat fotogenik dihadapan kamera.
Masalahnya
adalah, tidak semua wajah ramah sama kamera. hohoho. Yah, harus kita akui bahwa
tidak semua orang terlahir dengan menyandang gelar fotogenik dan nampak eye-cathing.
But, apa sih yang sekarang tidak bisa dilakukan sama teknologi? Begitulah,
sepertinya perusahan-perusahan pengembang menangkap fenomena ini sebagai lahan
basah (danau kali lahan basah:Dv) untuk mengembangkan bisnisnya dengan membuat
aplikasi-aplikasi manipulatif.
Jadi,
menguntungkan sekali jika mereka kemudian memutuskan untuk memasang aplikasi
agar foto-foto yang dijepret nampak rupawan, terlihat bagus, dan tentunya
menarik. Bagitulah polanya, ketika seseorang mengupload foto, tentu ia akan
memilih foto terbaik miliknya, mencari foto-foto dengan angle yang
sempurna agar sedap dipandang. Tidak dapat dipungkiri lagi, bagi sebagian besar
orang (saya tidak mengatakan semuanya lho ya), pasti akan mengagumi dirinya
sendiri yang kelihatan bagus dalam foto. Begitupun dengan penilaian orang lain,
mereka pasti berharap orang lain akan menilai hal yang serupa, mengagumi betapa
bagusnya foto kita. Kalo gak percaya, silahkan coba foto bareng beberapa teman.
Setelah itu coba lihat hasilnya, bagaimanapun hasilnya kalo kita bagus difoto
itu pasti langsung berkesimpulan bahwa foto itu secara keseluruhan memang
bagus, nah kalo kita terlihat tak bagus ya sudah tinggal berlakukan saja hukum
kesebalikannya. Atau kalo nggak, silahkan hitung berapa kali kita mengecek ‘like
& comments’ yang mampir pada foto diri yang kita upload. Ckckck :D the
power of Selfie
Lalu, apa
hubungannya sama pertanyaan-pertanyaan diatas?
Nah, berdasarkan
hasil riset asal-asalan diatas, saya jadi berpikir, apakah kehidupan kita
memang harus selalu dijalani dengan melihat bagaimana penilaian orang lain
terhadap kita? Meski dari hal paling kecil sekalipun misalnya. Dari mulai yang berwujud
foto diri sebagai wujud pengakuan orang bahwa kita memang benar-benar ada. Oh
Dear, betapa remeh temehnya urusan kehidupan jika kita hanya berkutat pada
hal-hal itu-itu saja.
Sebagai seorang
wanita muslim yang memang wajib berjilbab dan menutup aurat, sering-sering saja
bertanya pada diri sendiri. Apakah kita berjilbab hanya karena ingin orang lain
menilai bahwa kita lebih kece ketika ber jilbab? Memasang betapa eloknya foto
kita dihadapan public dengan balutan jilbab. Cantik dipandangan orang? Atau
biar terlihat lebih alim dalam balutan busana syar’i? Bukankah setelah menutup
aurat, yang perlu kita pelajari selanjutnya adalah bagaimana belajar ilmunya
lebih dalam lagi? Bukan melulu pada bagaimana model jilbabnya atau bagaimana
cara mengexposeny supaya diketahui orang lain? Jadi sebenarnya kita berjilbab
itu untuk siapa?
Anyway,
dengan pemikiran yang rada ‘nyebrang’ itu Penulis akhirnya berpikir bahwa:
biarlah kita sebagai wanita muslimah itu belajar. Paling tidak belajar untuk
tidak berlebihan mengekspose diri dan lebih berhati-hati dalam publikasi. Tentu
setelah ini pasti akan banyak yang protes “Kan jadi gak tahu wajah aslinya ukhti?”.
Maafkan
penulis yang sok tahu ini, bisa jadi inilah salah satu wujud penjagaan diri
kami. Bukannya pengen sok alim, tapi daripada sok dzolim, tentunya dengan
berusaha tanpa tercemari keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Biarlah kami tetap terjaga dalam izzahnya dengan karya dan kerja nyata. Bukan
sekedar kelihaian kami dalam tampilan fisik profil picture nan
rupawan. Percayalah, bidadari tetaplah
bidadari meski ia tersembunyi. Jadi gapapa ya tanpa foto profil? Hehe. Biarin
dibilang gak kekinian dan tidak terlalu dikenal oleh penduduk dunia, tetapi semoga
kita bisa menjadi generasi yang lebih kekinian dan dikenali penduduk
diakhiratNya. aamiin J
Amin :') Nice Nes..
BalasHapussukaaa <3
BalasHapus